Home » » Membaca Keindahan Pangandaran

Membaca Keindahan Pangandaran

Oleh Eneng Susanti

YANG TERBERSIT DARI perjalan silaturahim bersama FLP Jawa Barat pada 16-18 Desember 2011 lalu adalah ‘keindahan’. Keindahan yang menyeret kerinduan untuk kembali ke sana, ke pantai pangandaran, meski sekedar melaui perantara kenangan.

Menyusuri tepian pantai, kita disapa angin yang menyejukkan, disuguhi hamparan langit yang luas terbentang. Biru berawan menakjubkan pandangan. Apalagi ketika dikagetkan debur ombak yang kecil tetapi menghentak. Kita menemukan keagungan Allah di sana. Pada keindahan panorama pantai, terpaan angin, dan deburan ombak, juga sinar matahari pagi. Semburatnya mewarnai langit, menyempurnakan landscape yang memuaskan setiap pandangan. Crayon mana yang bisa melukiskan keindahan serupa? Hanya Allah yang bisa. Dari sanalah hati kita merasakan kesyukuran dan ketundukan.

Kehidupan ini menyimpan misteri. Langit yang luas itu telah ada sejak waktu yang lama. Memayungi kita, menyaksikan semua peristiwa. Bahkan jauh sebelum kita dilahirkan ke dunia. Ada zaman yang berganti seiring hari. Ada peradaban baru dan ada juga yang terkubur waktu. Semuanya tersimpan rapi pada lembaran-lembaran sejarah kehidupan ini.

Sering kali kita mendengar berita penemuan arkeologi yang mengguncang dunia. Contoh yang terbaru misalnya, penemuan 3 buah gunung Piramida di Garut, jawa Barat. Ini sebuah misteri yang mengherankan. Bagaimana piramida yang identik dengan Mesir dan pemujaan pada dewa bisa ditemukan di Indonesia. Namun, ini bukti nyata, bahwa ada peradaban lain sebelum kita. Sebuah kehidupan yang mungkin tidak terjangkau oleh akal pikiran kita. Dalam perjalanan menyusuri cagar alam Pananjung di kawasan Pangandaran pun, terekam jejak peradaban masa silam dan perubahan dari zaman ke zaman.

Tercatat sebuah kerajaan hindu telah berdiri di sana. Kerajaan Pananjung. Rajanya bernama Raja Anggalarang. Kita bisa mengetahui keberadaan kerajaan tersebut dari bukti historis yang ada. Seperti situs batu kalde, tempat bersembahyang umat hindu pada masa itu. juga gua lanang yang menjadi keraton kerajaan Pananjung.

Ada juga gua parat atau gua keramat. Di gua ini terdapat simbolisasi dari makam syeikh Ahmad dan Muhammad yang dahulu menyebarkan agama Islam di dareah itu. dari gua yang satu ini. kita dapat mengetahui adanya perubahan zaman yag ditandai dengan perubahan sistem kepercayaan dari hindu ke agama islam seperti yang dianut mayoritas penduduk Pangandaran saat ini.

Satu tempat lagi yang terkait dengan sejarah Pangandaran adalah lapangan banteng. Cukup melelahkan juga untuk mencapat tempat ini. tapi semua lelah itu terbayar ketika kita menemukan hamparan tanah lapang berbukit hijau dengan semilir angin yang menyegarkan. Rasanya seperti bisa bernafas lega. Merdeka dan bebas.

Konon kabarnya di lapangan luas ini kita dapat menemukan banteng. Hal ini kembali terkait dengan sejarah. Ketika masa kerajaan bergulir menjadi keresidenan Priangan atau ditandai sebagai zaman penjajahan Belanda di tanah Priangan, Pananjung pun dijadikan sebagai taman untuk berburu. Maka, ditanamlah berbagai jenis pohon, dan dilepaskanlah berbagai macam satwa termasuk banteng, rusa dan monyet.

Sepanjang perjalanan menelusuri taman wisata ini, kita akan mudah bertemu dengan monyet-monyet lucu, menggemaskan, namun kadang menjengkelkan. Tidak jarang mereka merebut bekal makanan kita atau bahkan bisa saja menyerang kita jika mereka merasa terganggu atau terancam. Oleh karena itu, kita perlu waspada.

Sepanjang sejarah, status kawasan Pananjung pun telah  berganti-ganti. Mulai dari taman berburu pada masa keresidenan Priangan, kemudian diganti menjadi suaka alam dan suaka marga satwa. Ketika bunga Raflesia Padma ditemukan di daerah ini, pemerintah mengganti ststusnya menjadi cagar alam. Dan, seiring bertambahnya kunjungan wisata, tempat ini berganti menjadi taman wisata hingga saat ini.

Yang juga unik dari perjalan sejarah tempat ini, salah satunya  adalah mitos dan legenda yang beredar di masyarakat sekitar. Seperti mitos dan legenda yang terekam di gua panggung. Gua yang menampilkan panorama indah laut Pangandaran ini dipercaya sepagai tempat pertapaan juru kunci sang penghubung Nyi Roro Kidul. Serem juga jika mengingat hal tersebut. Namun, semua tetap dapat menjadi pelajaran bagi kita.

Alam semesta merupakan ayat-ayat Allah yang harus kita baca. Di situ terdapat macam-macam pertanda. Langit pengetahuan, lautan ilmu, telaga hikmah, padang hakikat, bukit pemikiran, gunung gagasan, sungai ide, dan lain sebagainya. Dari sana lah kita dapat memetik pelajaran berharga. Setiap pertanda adalah petunjuk. Tugas kitalah untuk membaca petunjuk-petunjuk tersebut.

Memecahkan teka-teki misteri di seantero alam ini bukan suatu hal yang mudah. Diperlukan kepedulian dan perhatian yang besar. Semuanya bergantung pada kepekaan kita ‘membaca’ setiap baris ayat yang tersaji pada lembar catatan kehidupan. Termasuk yang tersaji di alam dan terpampang pada ekspresi wajah orang.

Melihat Pangandaran, menegok Pananjung, yang terbaca adalah kemahakuasaan Allah atas manusia dan semesta. Ia yang memperjalankan kita dari masa ke masa, dari zaman ke zaman, dari peradaban yang satu ke peradaban yang lainnya. Yang bisa kita catat mungkin hanya sejarah. Masa lalu yang menjadi cermin untuk masa depan. Sedangkan, yang bisa kita lakukan bukan hanya sekedar berkaca, tapi bertindak untuk memperindah masa depan kita. Dan, semua itu dimulai dari ‘membaca’.

Segala yang telah terbaca selama 3 hari di Pangandaran menyiratkan keindahan. Ada yang berkesan pada setiap jejak yang ditinggalkan. Terlukis dalam gambar yang menampilkan senyuman. Terekam dalam riang canda tawa yang mengundang kerinduan. Terangkum dalam lembaran tulisan. Semuanya terisi oleh hangat dan ramahnya kebersamaan antara sesama manusia juga alam. Tersampaikanlah sebuah pembelajaran melaui perjalanan yang menyenangkan.

Purwakarta, 12 Januari 2012

ENENG SUSANTI
Forum Lingkar Pena Purwakarta
Share this article :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. Forum Lingkar Pena (FLP) Jawa Barat - All Rights Reserved